BONTANG – Kota Bontang beberapa waktu lalu menjadi pilot project penanganan kasus demam berdarah dengue (DBD) menggunakan skema wolbachia Nah, kesuksesan program ini ialah sosialisasi yang masif di masyarakat.
“Jadi sosialisasi itu perlu. Masyarakat menjadi paham sebelum pelaksanaan di lapangan. Setelah sosialisasi, ternyata masyarakat mendukung,” kata Kepala Dinas Kesehatan (Diskes) drg Toetoek Pribadi Ekowati.
Menurutnya, masyarakat di Bontang sudah cerdas, sehingga usai sosialisasi, titik yang sudah ditentukan untuk penempatan telur ber-wolbachia, tidak ada penolakan. Utamanya saat ini menyasar Kecamatan Bontang Utara yang sudah menerapkan sejak 9 Oktober lalu. “Saat ini sudah memasuki penggantian telur kedua,” ucapnya.
Dari hasil pantauan di lapangan, 55 persen ember yang ditempatkan berhasil. Tiap ember diisi 250 telur wolbachia. Penempatan ini dilakukan di rumah warga. Tujuannya kader mudah melakukan pemantauan. Tiap jarak satu titik ke lainnya radius 75 meter. Mengingat radius terbang nyamuk maksimal ialah 100 meter.
Sebelumnya, di Bontang Utara terdapat 1.880 titik. Jumlah telur terbanyak yang disebar di Kelurahan Gunung Elai. Angkanya mencapai 378 ember. Dengan luasan wilayah yakni 502 hektare. Disusul Api-Api 375 ember. Paling sedikit Kelurahan Bontang Baru dengan 254 ember. Guntung memiliki kawasan yang luas yaitu 1.135 hektare. Tetapi jumlah yang disebar hanya 260 ember.
Diketahui, Bontang merupakan daerah kedua yang merilis pelaksanaan kegiatan nyamuk ber-wolbachia setelah Semarang. Kegiatan itu dilaksanakan awal September. Dirjen P2P Kemenkes dr Maxi mengapresiasi, karena wali kota Bontang dengan cepat menangkap tujuan dari melepas nyamuk wolbachia ini. Rencananya enam juta telur akan disebar dalam kurun dua pekan.
“Kalau pak wali sudah tahu, ke bawahnya satu suara. Kita tahu bersama, DBD ini menjadi pembunuh, terutama usia anak-anak. Tiap tahun angka yang meninggal cukup banyak,” ujarnya.
Anggaran Rp 10 miliar digelontorkan pemerintah pusat untuk pilot project di Bontang. Mencakup produksi telur, pengadaan ember, hingga penyuluhan. Tentunya nominal ini juga dikolaborasikan dengan APBD Bontang terkait sosialisasi terhadap kader jumantik sebesar Rp 1 miliar.
Wolbachia ini dipandang cara yang efektif agar nyamuk DBD tidak lagi mengandung virus demam berdarah. Namun, ia meminta kepada warga untuk tetap melakukan pemberantasan sarang nyamuk. Melalui skema 3M yang telah dilakukan selama ini.
Sebagai informasi, penyebaran telur nyamuk wolbachia menekan kasus DBD di Kota Denpasar ditunda. Penundaan ini hingga batas waktu yang tak ditentukan. Mengacu Bali Express (anak perusahaan Jawa Pos), tampaknya pemerintah berpikir ulang untuk penerapannya. Pasalnya, tidak hanya mengundang pro-kontra di masyarakat, kajian terkait nyamuk wolbachia ini juga masih tengah didalami.
Kepala Dinas Kesehatan Bali dr I Nyoman Gde Anom menyampaikan, pihaknya masih menanti hasil kajian dari Dinas Kesehatan Denpasar guna melihat efektivitas nyamuk wolbachia untuk memberantas DBD.
“Tanya ke Denpasar (Dinas Kesehatan Kota Denpasar untuk hasil kajiannya). Kita menunggu kajian lebih lanjut, kita kan menerima dari Kemenkes. Ini yang perlu kita tahu (dampak), kita harus melihat sisi pro ingin menurunkan DBD dengan nyamuk wolbachia, yang kontra harus melihat kajian sampai sejauh mana,” pungkasnya. (ak/ind/k16)