SAMARINDA. Meski sudah dipermudah untuk mengisi Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi jenis solar. Setelah menandatangai surat pernyataan bersedia merubah bak truk yang melebihi kapasitas hingga akhir November 2022.
Para sopir masih kebingungan berkaitan biaya perubahan bak truk. Rata-rata para sopir ini mengeluhkan tidak ada biaya untuk perubahan tersebut. Padahal perubahan itu adalah syarat untuk bisa mendapatkan fuel card 2.0 yang baru.
Misran (43), salah satu sopir truk menjelaskan, dirinya harus potar otak agar di awal Desember sudah bisa mendapat fuel card. Truk yang ia beli di tahun 2015 lalu berbeda jenis bak truk dengan yang tertera diSurat Tanda Nomor Kendaraan (STNK)."Bak truk saya itu sudah tidak standar lagi. Dulunya berbahan kayu. Saat ini berbahan besi dan sistem hidrolik," terang Misran, Saat di konfirmasi, Senin (29/8).
"Kalau diharuskan memotong sebagai syarat lulus uji KIR untuk bisa mendapat fuel card rumayan ongkosnya bisa sampai Rp 10 jutaan. Dan disinipun saya tidak tahu dimana lokasi bengkel karoseri," imbuhnya.
Sopir lainnya, Herry Parjam (39) mengatakan, pemberlakukan Fuel Card baru memberatkan sopir. Lantaran truk harus terlebih dulu lolos Uji KIR untuk bisa mendapatkan Fuel Card baru tersebut.
Meski ada aturan. Tetapi yang harus dilihat apakah aturan itu sudah sesuai tidak dengan sopir terkait keperluan di lapangan. Dengan kondisi bak truk yang ada sopir lebih diuntunhkan karena memuat lebih banyak barang.
"Contohnya bak truk saya. Sekali antar sewa Rp 300 ribu per ton. Jika dirubah standar apa mau pedagang membayar dengan harga sama. Tentu tidak," tegas Herry.
Terkait dengan Bahan Bakar Minyak (BBM) solar diakuinya menjadi keperluan utama dalam melakukan pengangkutan barang. Aturan maksimal 80 liter untuk satu truk juga menjadi kendala. Terutama saat mereka harus menempuh rute antar kota yang memerlukan BBM ratusan liter.
Pemberlakuan Fuel Card 2.0 yang baru tersebut merupakan malapetaka bagi para sopir truk.
"Tujuannya memang baik untuk mengawasi penggunaan solar agar tidak berlebihan, tetapi secara pelaksanaan di lapangan masih amburadul. Artinya Ini kebijakan yang terlalu dipaksakan oleh pemerintah," tutupnya. (kis)