Terdakwa Kredit Fiktif Minta Hadirkan Mantan Direktur Perusda AUJ Bontang

- Selasa, 7 Desember 2021 | 10:58 WIB

Terdakwa kasus dugaan penyaluran kredit fiktif PT BPR Bontang Sejahtera mengajukan permintaan kepada majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Bontang. Yakni menghadirkan mantan direktur PT Perusda Aneka Usaha dan Jasa (AUJ) berinisial Da.

 

BONTANG –Humas Pengadilan Negeri Bontang Ngurah Manik Sidartha mengatakan, belum mengetahui alasan terdakwa mengajukan permohonan untuk menghadirkan Da. Mengingat wewenang menghadirkan saksi dalam meja hijau berada di jaksa penuntut umum (JPU). “Hakim tidak tahu alasannya. Tetapi, terdakwa Yudi Lesmana meminta Da dihadirkan,” kata Manik.

Sejauh ini, pemeriksaan saksi masih yang diajukan oleh JPU. Nantinya, ada waktu bagi terdakwa untuk menghadirkan saksi yang meringankan a de charge. “Bisa nanti sebelum penyampaian keterangan ahli. Ada kesempatan bagi terdakwa untuk menghadirkan saksinya,” ucapnya.

Diketahui, nama Da pun tercatat dalam berkas salah satu terdakwa. Statusnya sebagai debitur lama yang tercatat di BPR Bontang Sejahtera. Da juga merupakan pemilik saham dari perbankan tersebut kala itu. Mengingat status PT BPR Bontang Sejahtera merupakan anak perusahaan dari Perusda AUJ.

Rencananya, persidangan akan kembali digelar pada Senin (6/12) hari ini. Sebelumnya, JPU ingin menghadirkan penyidik dari otoritas jasa keuangan (OJK). Semula agenda ini direncanakan pekan lalu. Namun, tertunda karena saksi belum bisa hadir.

Dari saksi yang sudah dihadirkan di pengadilan berstatus manajemen dan mantan karyawan bank itu.

Diberitakan, berdasarkan persidangan sebelumnya terungkap terdakwa memakai dokumen enam karyawan untuk mengajukan pinjaman. Keseluruhannya itu berkas perkara milik terdakwa lain, Yunita Fedhi Astri. Berdasarkan keterangan saksi, keenam karyawan ini memang sesungguhnya mengajukan pinjaman. Tetapi, plafon yang diberikan itu ditambahkan dari kebutuhannya. Dan diduga digunakan oleh terdakwa. Terdakwa dalam kasus ini adalah Yudi Lesmana dan Yunita Fedhi Astri.

Survei lapangan kepada karyawan hanya dilakukan satu kali pada pengajuan pertama. Jika mengajukan lagi maka tanpa ada mekanisme itu. Pasalnya, karyawan dianggap tidak mungkin melarikan diri. Skema pelunasannya dipotong dari gaji.

Saksi pun tidak mengetahui pembayarannya. Termasuk apakah kredit itu sudah dilunasi atau belum. Sebab, pembayarannya memakai sistem manual. Dan hanya diketahui oleh bagian operasional. Sehingga, marketing kredit tidak mengetahui status tunggakan pinjaman seperti apa.

Modus yang dilakukan terdakwa ialah penggunaan data lama debitur. Padahal debitur tersebut tidak mengajukan peminjaman dana di PT BPR Bontang Sejahtera. Kurun 2016-2018. Tercatat kerugian yang ditimbulkan mencapai Rp 500 juta. Dengan total 10 debitur.

Ditambah Yunita yang diduga melakukan sendiri dengan kerugian Rp 365 juta sebanyak 8 debitur. Dua berkas akhirnya diajukan oleh jaksa penuntut umum ke Pengadilan Negeri Bontang. Terdakwa disangka melanggar Pasal 49 Ayat 1 huruf A UU 10/1998 yang diubah dari UU 7/1992. Dengan ancaman penjara 5-15 tahun. Ditambah denda sepuluh hingga Rp 200 miliar. Kedua terdakwa telah dilakukan penahanan di Lapas Bontang sejak 14 Oktober silam. (*/ak/far/k15)

Editor: izak-Indra Zakaria

Rekomendasi

Terkini

Akali Dana PNPM, Dituntut 1,9 Tahun Penjara

Jumat, 29 Maret 2024 | 10:27 WIB

Balaskan Dendam Kawan, Keroyok Orang Hingga Tewas

Kamis, 28 Maret 2024 | 18:10 WIB

Setelah Sempat Dikeroyok, Seorang Pemuda Tewas

Kamis, 28 Maret 2024 | 08:00 WIB
X