Perlu Ketegasan Pimpinan Daerah Kurangi Kasus Kekerasan Anak

- Rabu, 24 November 2021 | 13:00 WIB
PENGARAHAN: Sejumlah pihak yang bakal terlibat dalam pencegahan kekerasan terhadap diberi pengarahan oleh tim ahli pengembangan KLA.
PENGARAHAN: Sejumlah pihak yang bakal terlibat dalam pencegahan kekerasan terhadap diberi pengarahan oleh tim ahli pengembangan KLA.

SAMARINDA–Menjadi kota layak anak (KLA) adalah harapan bagi setiap daerah. Namun, hingga saat ini, penghargaan tersebut memang belum mampir di Kota Tepian. Salah satu kendala adalah laporan kekerasan terhadap anak. Pada tahun ini saja tercatat 57 kasus yang saat ini ditangani Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Samarinda.

Namun, jumlah kasusnya sudah pasti lebih dari itu. Karena data itu baru yang dilaporkan secara resmi. Sejak 2019, DP3A Samarinda setidaknya sudah memiliki Pusat Pembelajaran Keluarga (Puspaga). Terlebih pada masa pandemi saat ini, kasus kekerasan terhadap anak memang menjadi salah satu konsen lembaga ini. Belajar dari tahun lalu angka kekerasan anak dan perempuan di Samarinda mencapai 877 kasus.

Untuk menekan laju kasus kekerasan terhadap anak, diperlukan keterlibatan sejumlah pihak. Mulai instansi pemerintah, lembaga masyarakat, dunia usaha termasuk media. Seperti yang diungkapkan Tim Ahli Pengembangan KLA dari Yayasan Kesejahteraan Indonesia Hamid Patilima.

Dia sempat menyinggung tentang ketegasan dari kepala daerah untuk melibatkan semua organisasi perangkat daerah (OPD) dalam menghadapi problema kekerasan terhadap anak. Hamid mencontohkan saat jabatan wali kota Surabaya di tangan Tri Rismaharani. “Ada laporan anak telantar tidak bisa sekolah, dilempar langsung ke OPD,” sebutnya dalam Sosialisasi dan Pelatihan Konvensi Hak Anak (KHA) di ruang rapat Inspektorat Daerah Samarinda, Selasa (23/11).

Selanjutnya, dia juga menekankan guru di sekolah pun perlu ikut andil dalam menekan tingkat kekerasan di kalangan anak. Sebab, biasanya ada saja anak usia sekolah yang kerap mendapatkan perlakuan kasar dari orangtua maupun lingkungan tempat tinggalnya. “Contohnya anak mudah berkata ah. Itu contoh dia sering mendapat kekerasan,” paparnya. Serta tidak bisa mendengarkan perkataan orang yang lebih tua dan cenderung agresif.

Yang paling utama ujar Hamid, perlakuan orangtua di rumah terhadap anaknya. Menurut dia, pendidik pertama sebelum anak memasuki dunia sekolah adalah orangtua. Penting bagi orangtua untuk menjadi contoh terhadap anaknya, karena menjadi role model anak saat berada di luar rumah. “Jika anak berbuat salah, jangan sampai memberikan teguran di depan orang. Karena itu tidak baik untuk mental, sehingga harus diajak ngobrol baik-baik di dalam ruangan,” tuturnya. Sehingga Hamid menekankan setiap daerah sebenarnya bisa mendapat penghargaan KLA. Asalkan setiap stakeholder termasuk masyarakat terlibat dalam mengurangi kasus kekerasan terhadap anak.

“Siapa pun jika bertemu dengan anak korban kekerasan, mohon dimaklumi dan kalau bisa dirangkul, diajak berbicara agar anak tersebut nyaman,” pungkasnya. (kpg/hun/nha/dra/k8)

Editor: izak-Indra Zakaria

Rekomendasi

Terkini

Manajemen Mal Dianggap Abaikan Keselamatan

Jumat, 19 April 2024 | 08:25 WIB

Korban Diseruduk Mobil Meninggal Dunia

Jumat, 19 April 2024 | 08:24 WIB

Mulai Sesak..!! 60 Ribu Pendatang Serbu Balikpapan

Jumat, 19 April 2024 | 08:19 WIB

Jalan Rusak di Siradj Salman Minta Segera Dibenahi

Kamis, 18 April 2024 | 10:00 WIB
X