Dugaan Kredit Fiktif di BPR Bontang Sejahtera, Tiga Poin Keberatan Disampaikan

- Senin, 15 November 2021 | 17:23 WIB

BONTANG – Penasihat hukum terdakwa Yunita Fedhi Astri, dalam kasus dugaan kredit fiktif di PT BPR Bontang Sejahtera, menyampaikan keberatan saat sidang pertama, beberapa waktu lalu. Kepala Pengadilan Negeri Bontang Sofian Parerungan mengatakan, penasihat kala itu menyampaikan tiga poin pengajuan eksepsinya.

Pertama, terdakwa Yunita memiliki dua berkas perkara. Padahal, kurun waktu antara keduanya itu tidak dalam jeda yang lama. Dipandang penasihat hukum saat itu mengapa tidak digabungkan. Penasihat hukum juga menilai jaksa penuntut umum tidak cermat dalam penyusunan berkas perkara.

“Poin satu dan kedua ini sebenarnya intinya sama. Mengapa berkasnya tidak digabungkan,” kata Sofian.

Tak hanya itu, dakwaan yang disangkakan menurut versi penasihat hukum, masuk hukum administrasi. Bukan pidana sesuai dengan pengajuan dari jaksa penuntut umum. Ia menjelaskan, majelis hakim akan membacakan putusan sela, Senin (15/11) ini.

Jika hakim menolak eksepsi, persidangan bakal dilanjutkan dengan agenda pemeriksaan saksi. Sebaliknya jika dikabulkan, pemeriksaan tidak dilanjutkan. Persidangan ini digelar secara online. Terdakwa menjalani proses persidangan dari Lapas Bontang.

Sofian pun telah memiliki langkah antisipasi. Jika putusan sela menolak eksepsi terdakwa, pemeriksaan saksi bakal dikebut. Tiap pekannya bisa persidangan dua kali. Lantaran masa penahanan terdakwa bakal habis Januari mendatang.

Sementara Kasi Pidum Kejari Bontang Mary Yuliarty menjelaskan alasan berkas perkara terdakwa Yunita ada dua. Mengingat ada perbuatan pengajuan kredit fiktif yang dilakukan secara bersamaan dan Yunita sendiri. “Jadi, khusus yang terdakwa Yunita sendiri tentu tidak bisa menyeret peran dari Yudi, makanya dipisah,” sebut Mary.

Diberitakan sebelumnya, dua mantan direksi PT BPR Bontang Sejahtera tersandung kasus dugaan kredit fiktif. Penyidikan sebelumnya dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Pusat. Kemudian berkas ditangani oleh Kejaksaan Agung. Setelah itu Kejari Bontang menerima limpahan penanganan perkara pada 14 Oktober.

Modus yang dilakukan kedua terdakwa ialah penggunaan data lama debitur. Padahal, debitur tersebut tidak mengajukan peminjaman dana di PT BPR Bontang Sejahtera pada kurun 2016-2018. “Ini dilakukan bersama-sama oleh dua terdakwa,” terangnya.

Modus yang dilakukan keduanya tercatat kerugiannya mencapai Rp 500 juta. Dengan total 10 debitur. Ditambah Yunita yang diduga melakukan sendiri dengan kerugian Rp 365 juta sebanyak delapan debitur. Dua berkas akhirnya diajukan oleh jaksa penuntut umum ke Pengadilan Negeri Bontang.

Terdakwa disangka melanggar Pasal 49 Ayat 1 huruf A UU 10/1998 yang diubah dari UU 7/1992. Dengan ancaman penjara 5-15 tahun. Ditambah denda Rp 10–200 miliar. Keduanya telah dilakukan penahanan di Lapas Bontang sejak 14 Oktober silam.

“Ketika dilimpahkan ke kami langsung kami tahan,” pungkasnya. (*/ak/far/k16)

Editor: izak-Indra Zakaria

Rekomendasi

Terkini

Transaksi Narkoba di Sumber Sari Terungkap  

Sabtu, 20 April 2024 | 16:45 WIB

Tiga Terdakwa Suap di Paser Akui Bersalah

Sabtu, 20 April 2024 | 08:56 WIB
X