Dilema antara penanganan kesehatan dan ekonomi memang tak terelakkan dalam masa pandemi Covid-19. Beragam kebijakan pemerintah terkait penanganan kesehatan justru menimbulkan kontra indikasi dengan upaya mempertahankan hidup masyarakat secara ekonomi.
Salah satu yang paling merasakan dampak dari regulasi Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) adalah operasional pusat perbelanjaan. Di Samarinda, sejak diberlakukannya PPKM mulai skala mikro hingga level 4, operasional beberapa pusat perbelanjaan pun mulai dibatasi hingga terpaksa ditutup, kecuali sektor-sektor esensial.
Store Manager Foodmart di Mal Lembuswana Samarinda, Dian Purnomo menyebut penurunan kunjungan warga akibat PPKM level 4 ini hampir menyentuh 60 persen. "Kalau sebelum PPKM level 4 ini, kita bisa mencatatkan rata-rata 800 transaksi setiap hari, sekarang hanya separuhnya bahkan lebih," jelas Dian.
Meski mengalami penurunan omset, namun Dian memastikan pihak manajemen tidak melakukan pengurangan karyawan. Hanya, untuk upah pekerja memang mengalami penyesuaian dan tetap bekerja seperti biasa tanpa ada yang dirumahkan.
Dari pengamatan media ini, di Mal Lembuswana, selain tenant kuliner, swalayan dan penyedia obat-obatan, terlihat menutup gerainya. Sayangnya saat hendak dikonfirmasi ke pihak manajemen mal, oleh petugas keamanan disebut sedang tak berada di tempat, karena tengah jam istirahat.
Kondisi agak berbeda terlihat di Samarinda Central Plaza (SCP). Meski beberapa pintu akses mal ditutup, namun sejumlah usaha yang bersifat non esensial masih terlihat buka. Security yang tengah bertugas saat ditanya tentang hal ini, mengatakan bahwa baru hari ini sebagian dari tenant membuka kembali usahanya. Pun saat akan meminta keterangan, setelah ditunggu sekian lama, melalui petugas keamanan menyatakan tak bersedia memberi komentar apa-apa.
Sedikit keterangan diperoleh dari Manajer Operasional Portable Kitchen & Bar Samarinda, Dedi Kurnaepi. Ia menanggapi PPKM ini sangat berdampak pada pekerja mal. Apalagi kebanyakan pekerja mal adalah mereka yang tinggalnya nge-kost. Dengan penghasilan yang tak seberapa, ditambah dengan PPKM, otomatis upah pun disesuaikan, karena pemilik tenant pun sulit untuk menghadirkan laba.
Mengaku memahami kondisi saat ini, tapi Dedi berharap tetap ada jalan tengah yang ditawarkan pemerintah. Jangan sampai karyawan yang bekerja di mal harus kehilangan mata pencariannya. Senada dengan Foodmart, Dedi juga menyebut tak ada pengurangan karyawan di Portable, hanya memang dilakukan langkah penyesuaian gaji.
"Kalau omset, fluktuatif, sejak awal pandemi itu anjlok kemudian sempat naik saat ada pelonggaran. Tapi sejak pemberlakukan PPKM, turun lagi, bahkan di atas 80 persen," urai Dedi.
Langkah penyesuaian juga dilakukan A&W Restaurant. Mengurangi jam kerja karyawan menjadi pilihan, dari semula seminggu karyawan mendapat libur sehari, menjadi 3 hari. Hal ini dilakukan karena tingkat kunjungan hampir tidak ada, sementara penjualan secara tak away juga tak seberapa.
"Turunnya sekitar 80 persen, apalagi mereka yang menjual makanan dengan banyak menu pilihan, itu bahkan sampai 90 persen anjloknya," jelas Tasno Manajer Area Kaltim A&W Restaurant saat ditemui di cabang Bigmal Samarinda. (rz)