Proyek di Kolong Mahkota II Memang Enggak Direstui Pejabat Pemkot

- Kamis, 29 April 2021 | 15:26 WIB
Longsor di proyek IPA Kalhold yang akhirnya mempengaruhi pilar jembatan Mahkota II.
Longsor di proyek IPA Kalhold yang akhirnya mempengaruhi pilar jembatan Mahkota II.

Kegiatan penimbunan tanah di bibir Sungai Mahakam yang dikerjakan PT Nindya Karya, selaku kontraktor proyek pembangunan IPA Kalhold, diyakini menjadi bagian dari salah satu pemicu. Dugaan itu bukan tanpa alasan. Kegiatan penimbunan tanah di bibir Sungai Mahakam itu dilakukan dengan seluas 2.500 meter per segi dan ketinggian 1,5 meter.

Penimbunan dilakukan untuk membangun Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) IPA Kalhold. Dari pengamatan di lapangan, kuat dugaan proyek penimbunan itu dikerjakan asal-asalan. Tanpa didasari metode pengerjaan dan proses administrasi yang benar. Bahkan di lapangan ada dugaan pelanggaran aturan menteri yang dilakukan pelaksana proyek. Aturan yang dimaksud adalah tidak diperbolehkan dalam radius 150 meter mendirikan bangunan atau berkegiatan di dekat jembatan.

Kepala Dinas PUPR Samarinda Hero Mardanus, melalui Kasi Rehab Jalan, Budi Santoso mengakui bahwa sejak awal pihaknya menolak proyek itu. “Saat proyek hendak dipresentasikan, kami selalu menolak. Karena ada aturan menteri. Itu mereka (kontraktor) sudah tahu dan sudah koordinasi,” beber Budi.

Sebagai mantan pengawas pembangunan Jembatan Mahkota II, Budi membenarkan adanya palung di area bawah Jembatan Mahkota II. Palung itu posisinya berada di pinggir Sungai Mahakam. “Letaknya 15 sampai 20 meter dari bibir sungai. Jarak paling jauh itu di pinggir. Karena dalamnya Sungai Mahakam itu di pinggir. Jadi pas di pinggir langsung ketemu palung,” ungkap Budi.

Budi menyinggung perihal kegiatan pengurukan atau penimbunan tanah di dekat kaki Jembatan Mahkota II sisi Palaran yang dikerjakan tanpa koordinasi dan izin kepada Dinas PUPR Samarinda. “Sebenarnya masalahnya di turap. Kalau di turap duluan, Insya Allah tidak bakal longsor,” tutur Budi.

Namun terkait tidak dilakukannya penurapan lebih dulu, Hero Mardanus, tidak bisa menjelaskan. Karena pekerjaan tersebut bukan merupakan paket pekerjaan Pemkot Samarinda. “Jadi saya tidak bisa jawab secara detail. Saya tidak tahu laporan teknis pekerjaan mereka. Saya sudah sampaikan serta tanyakan bahwa di situ ada palung, tapi mereka jawab tidak tahu. Nah, bagaimana perencanaan mereka sehingga tidak tahu,” jelas Hero.

Semestinya lanjut Hero, sebelum melakukan pekerjaan yang berisiko atau berdampak tinggi pada sekitarnya, pelaksana proyek harus meminta “restu” ke Dinas PUPR Samarinda selaku instansi yang mengetahui kondisi di lokasi yang dikerjakan. “Harusnya bertanya ke konsultan Jembatan Mahkota II. Koordinasi dulu. Jadi tahu apa yang ada dan situasi di sana. Dan saya juga sudah laporkan ke dirut jembatan. Kemarin (Senin (26/4) lalu) kami mengadakan zoom meeting dari pusat,” tutur Hero.

Dari rapat daring itu, Hero menjelaskan kesimpulannya meminta analisa hasil advice rancangan bangunan pertama. Karena Jembatan Mahkota II masih tanggung jawab pusat. “Nanti advice-nya dari KKJT (komisi keselamatan jembatan dan trowongan). KKJT pasti koordinasi dengan kami (Pemkot Samarinda) dan pihak balai proyek. Yang penting bisa diketahui dulu ada dampaknya atau tidak dari pergeseran itu,” pungkasnya.

Balai Prasarana Permukiman Wilayah (PPW) Kaltim yang merupakan instansi vertikal yang bertanggung jawab atas proyek tersebut memastikan pekerjaan sudah mengikuti kaidah teknis yang berlaku. Kepala Balai PPW Kaltim Eko Bramono menjelaskan, terkait metode pengerjaan, katanya, ada dua metode. Penurapan darat dan penurapan laut. Pihaknya melakukan penurapan darat, karena jaraknya cukup jauh.

Sehingga juga melakukan pemadatan. Pihaknya belum melakukan pekerjaan konstruksi fisik besar. “Jadi kalau kami lihat lokasinya baru ada bangunan direksi, laboratorium, dan kantor yang belum selesai. Kemudian material pancangnya baru ditaruh,” jelas Eko di depan Wali Kota Andi Harun di lokasi kejadian. Dia menyebutkan, sebelum timbunan tanah mengalami longsor, diketahui sempat ada pekerjaan penarikan atau evakuasi SPBO Mulia Mandiri 07, kapal pengangkut minyak kelapa sawit atau CPO, yang tenggelam di dekat lokasi timbunan tanah.

Dia menuturkan, penyebab longsoran bisa dikarenakan multi faktor. Hal itu belum tentu disebabkan proyek IPA Kalhold. “Kemudian semenjak proyek ini dimulai, terdapat penambangan pasir. Apakah penambangan pasir tersebut punya dampak mengubah struktur di bawah. Mungkin itu bisa terjadi,” tuturnya.

Dia menegaskan bahwa sejak proyek IPA Kalhold dikerjakan PT Nindya Karya, pihaknya tidak pernah menerima informasi adanya palung di dekat area pekerjaan. “Tidak pernah informasi itu sampai kepada kami,” katanya. (oke/nha) 

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Camat Samboja Barat Tepis Isu Dugaan Pungli PTSL

Kamis, 25 April 2024 | 18:44 WIB

Sembilan Ribu Anak di PPU Diberi Seragam Gratis

Kamis, 25 April 2024 | 18:00 WIB

Pemkot Balikpapan Didesak Fasilitasi Pom Mini

Kamis, 25 April 2024 | 10:00 WIB
X