Kelompok Tani Klaim Dapat Tanah Hibah dari Kesultanan

- Rabu, 14 April 2021 | 12:31 WIB
Petugas berjaga di lokasi bentrok.
Petugas berjaga di lokasi bentrok.

Sekelompok orang yang mengatasnamakan diri Kelompok Tani (Poktan) Empang Jaya Swadiri terlibat bentrokan berdarah dengan warga Handil Bakti, Palaran, Sabtu (10/4) lalu.

Lurah Handil Bakti Hera Hermawan menjelaskan jika kelompok tani itu berdiri sejak 1983 dengan jumlah anggota 80 orang. Meski begitu, diakui Hera, kelompok tani ini sudah lama vakum sejak 2015 lalu, ketika struktur pengurus sebelumnya banyak yang telah meninggal dunia.
Anehnya di tahun yang sama pula pengurus kelompok tani Empang Jaya Swadiri kabarnya dilanjutkan anak dari pengurus sebelumnya. Sejak saat itu, kelompok tani ini mengklaim tanah-tanah di luar dari ukuran tanah sebelumnya.

“Yang awalnya 180 hektare berkembang menjadi 3.600 hektare. Alasannya mereka merasa memiliki bukti kepemilikan. Merasa mendapatkan hibah dari kesultanan, walaupun sampai hari ini kami tidak melihat surat tersebut,” kata Hera.

Sejak saat itulah Hera menyatakan, dirinya berkali-kali memanggil pengurus poktan untuk menyelesaikan permasalahan sengketa lahan. Karena pada saat itu juga, warga selaku pemilik tanah yang memegang surat sah mulai dilanda kegelisahan.

“Tapi mereka tidak pernah mau datang. Kami baru menemukan struktur organisasi mereka kembali pada 2016. Sementara sejak 2015 mereka tidak pernah melapor kepada kami mengenai kegiatan. Jadi kegiatan mereka sejak 2016 itu ilegal semua, karena tidak pernah koordinasi dengan kelurahan dan 2015-2016 awal mula penderitaan masyarakat Handil Bakti,” jelas Hera.

Karena klaim-klaim atas tanah milik warga itulah, akhirnya Poktan Empang Jaya Swadiri di-blacklist. “Karena dalam aturan juga mewajibkan setiap 5 tahun sekali poktan harus diremajakan. Tapi mereka sendiri tidak pernah melapor. Padahal dalam aturan jelas poktan harus melibatkan kami (kelurahan, Red) dalam kegiatannya,” jelas Hera. 

Kegelisahan warga sebagai pemilik tanah sah berdasarkan surat yang dipegang pun semakin menjadi-jadi. Pasalnya tanah warga dijual poktan kepada orang luar dengan membayar Rp 5 juta untuk satu hektare tanah. “Mereka memang terorganisir. Jadi setelah dijadikan anggota oleh poktan dan membayar, lalu mereka diwajibkan untuk menggarap. Nah, penggarap inilah yang selalu benturan dengan warga kita yang pemilik tanah asli,” ujar Hera.

Klaim poktan itu dijelaskan Hera, tidak hanya di wilayah Kelurahan Handil Bakti yang meliputi 4 RT. Namun juga hingga ke wilayah Kelurahan Simpang Pasir. “Karena berbatasan. Kalau di lingkungan Handil Bakti ada di RT 1, 7, 19, dan 28,” pungkasnya.

Upaya media ini untuk mendapatkan pernyataan dari kelompok tani tersebut tak berhasil nomor HP salah satu pengurusnya yang dihubungi juga tidak tersambung. 

TAK MELAPOR


Keberadaan kelompok tani ini juga tidak terdaftar di Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Samarinda. Padahal, sesuai aturan semua organisasi termasuk kelompok tani harus terdaftar di badan tersebut.

Staf subbid organisasi masyarakat (ormas) Kesbangpol Samarinda, Wiwin Yuniarti mengatakan bahwa setiap kelompok yang sudah memiliki struktur organisasi hendaknya melapor ke pihaknya. Sehingga jika terjadi permasalahan seperti ini bisa dilakukan mediasi. Termasuk kelompok tani, kata Wiwin, harusnya bisa melapor ke pihaknya. “Tapi selama ini belum ada mengajukan ke kami,” jelasnya.

Sehingga atas permasalahan ini, ia pun tak bisa berbuat banyak lantaran kelompok tani dari masyarakat tersebut belum terdata sebagai ormas di instansi tersebut. Wiwin menduga kelompok tersebut bisa saja terdapat di instansi lainnya yang berkaitan dengan bidang pertanian. “Sedangkan legalitas kepemilikan lahan, mungkin terdata di pertanahan, tapi di kami (kesbangpol) tidak terdata,” urainya.

Wali Kota Samarinda Andi Harun sebelumnya mengatakan bahwa urusan legalitas lahan memang sangat rawan terjadi konflik. Sehingga ia meminta agar Kantor Pertanahan Samarinda tidak sembarangan mengeluarkan rekomendasi. “Apalagi terdapat masalah sosial,” tegasnya.
Tak hanya itu, Andi Harun juga meminta kepada setiap Organisasi Perangkat Daerah (OPD) agar selalu menerapkan prinsip kehati-hatian. Mulai dari lingkup terbawah RT, camat hingga Kepala OPD. Sehingga permasalahan ini tak terjadi kembali. “Karena masalah ini sangat sering bersinggungan dengan hukum. Apalagi yang belum tuntas permasalahan sosialnya, tidak bisa sembarangan,” pungkasnya. (oke/hun/nha)

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

“Kado” untuk Gubernur dan Wagub Mendatang

Sabtu, 20 April 2024 | 14:45 WIB

PKL Tunggu Renovasi Zonasi Lapak Pasar Pandansari

Sabtu, 20 April 2024 | 11:30 WIB

Kapolres PPU dan KPUD Bahas Persiapan Pilkada 2024

Sabtu, 20 April 2024 | 09:46 WIB

Penerimaan Polri Ada Jalur Kompetensi

Jumat, 19 April 2024 | 14:00 WIB

Warga Balikpapan Diimbau Waspada DBD

Jumat, 19 April 2024 | 13:30 WIB
X