Penderita Gangguan Jiwa Bisa Dirawat Gratis, Asal....

- Kamis, 14 Januari 2021 | 13:14 WIB
dr Jaya Mualimin
dr Jaya Mualimin

Berkaca pada kejadian tersebut, masalah kejiwaan merupakan masalah serius. Sepanjang tahun, ratusan orang bercantian masuk rumah sakit jiwa. Tak jarang dari sekian banyak itu, penderita gangguan kejiwaan ini pernah melukai atau membuat resah warga bahkan keluarganya sendiri.

Direktur Pelayanan RSJD Atma Husada Mahakam, dr Jaya Mualimin menjelaskan, khusus untuk La Juliadi tengah menjalani observasi selama 14 hari. Meski dalam lima hari ini kondisinya stabil, namun tetap dipantau hingga masa observasi selesai dilakukan.

Hasil dari observasi tersebut menjadi rujukan kepolisian soal kasus pembunuhan yang telah dilakukan pria bertubuh gempal tersebut.
“Tergantung pihak penyidik kepolisian saja nanti. Mau diteruskan apa tidak kasus ini. Kami hanya sekedar merekomendasi tentang kejiwaanya saja usai di observasi” sebutnya.

Penanganan ODGJ memang tak bisa dalam waktu singkat. Setidaknya perlu 20-30 hari perawatan. La Juliadi sendiri adalah pasien BPJS Kesehatan. Bagian dari 75 persen pasien rumah sakit yang juga menggunakan jaminan kesehatan nasional di RSJ.
Sebagian lagi dirawat dengan program jaminan kesehatan daerah. Baik melalui Dinas Sosial maupun Dinas Kesehatan setempat. Meski ada juga yang berobat secara umum.

RSJD Atma Husada Mahakam Samarinda hingga kini telah menangani 40 ribu lebih pasien. Saat ini berisi 405 pegawai rumah sakit. Diantaranya tujuh dokter spesialis kejiwaan. Salah satunya khusus remaja. Sedangkan enam spesialis lain adalah saraf, radiologi, patologi klinik, rehabilitasi medik, dan penyakit dalam. Didukung pula tenaga medis meliputi 10 dokter umum dan 160 perawat.

“Dokter dan perawat sendiri dibagi tiga sif. Yakni pagi, sore, dan malam,” terang Jaya. Per 11 Januari 2021, RSJD Atma Husada Mahakam dihuni oleh 156 pasien rawat inap. Menjalani pengobatan di ruang perawatan yang masing-masing berisi 40 pasien.

Menurutnya, banyak faktor yang mempengaruhi kondisi kejiwaan seseorang sehingga harus dirawat inap di RSJD. Namun ia menegaskan faktor ekonomi menjadi penyebab tertinggi gangguan kejiwaan. “Kalau dari faktor ekonomi, keluarga, dan narkoba, ya yang paling tinggi masalah ekonomi. Sangat mempengaruhi kemerosotan ekonomi ini. Banyak juga pasien kita. Kalau dari RS kita belum ada penelitian soal itu, tapi kira-kira faktor ekonomi itu 50 persen dari permasalahan yang menderita pasien,” ungkapnya.

Menurut Jaya, pasien yang dapat menjalani rawat inap ketika terindikasi membahayakan diri sendiri dan orang lain.
Pihaknya kerap mendapati pasien rujukan dinas sosial yang merupakan hasil tangkapan razia. Padahal tidak semua gelandangan memiliki gangguan kejiwaan. Bahkan pihaknya pernah menerima gelandangan fenomenal yang kerap dipanggil Mr Salonpas.

“Kalau misalnya orang gelandangan yang mengalami gangguan ekonomi. Terus ngancam dan ngamuk, tapi setelah observasi, dia bukan gangguan jiwa, ya kita kembalikan ke masyarakat. Kami pernah menerima pasien dari Dinas Sosial namanya Mr Salonpas. Ya ternyata dia gelandangan itu hanya modus operandi saja untuk cari uang. Nah yang seperti itu harusnya ditindak jera, bukan dirujuk ke RSJD,” kata Jaya.

Kondisi itu berbanding terbalik dengan jumlah pasien yang keluar. Pasalnya setiap pasien berbeda penanganan. “Terkhusus orang yang mengalami gangguan jiwa di pinggir jalan, kami tidak sembaranga menangani. Kami harus berkoordinasi dengan dinas sosial setempat,” terang Jaya.

Meski demikian, RSJD saat ini telah menerapkan sistem jemput bola untuk ODGJ terlantar. Dijalankan dengan kolaborasi bersama Dinas Sosial, Dinas Kesehatan, dan Satpol PP. Publik juga bisa terlibat. Dengan melaporkan ketika mengetahui keberadaan ODGJ terlantar.

“Nantinya, jika perawatan di RSJ sudah 20 atau 30 hari, pasien yang telah dikembalikan ke keluarga akan terus dipantau. Wajib melakukan check up rutin,” lanjutnya. Pada tujuh hari pertama kepulangan, pasien wajib diawasi penyembuhannya. Terutama dalam konsumsi obat. Bagi kategori penderita gangguan jiwa berat, obat mesti dikonsumsi seumur hidup. Di sini peran keluarga begitu dibutuhkan. Terlambat sehari saja, risiko kumat membesar.

Secara teknis, RSJD adalah pihak yang menentukan seorang pasien bisa dipulangkan atau tidak. Namun, tahapan ini nyatanya tak semudah itu. Kerap didapati keluarga pasien yang ternyata telah pindah kediaman. Begitu pula lingkungan yang menolak kepulangan pasien dengan pura-pura tak kenal. Di tengah kondisi tersebut, pasien mau tak mau kembali ke rumah sakit.

Sementara ini, RSJD Atma Husada memiliki tempat penampungan. Di fasilitas itulah pasien dirawat dan dibina seperti seorang keluarga. Di samping tempat melakukan aktivitas pengobatan di rumah sakit. Dilanjutkan Jaya, Biaya untuk pasien ODGJ gratis selama pasien memiliki jaminan kesehatan seperti BPJS. Jaminan ini meliputi rawat inap hingga berobat jalan.

Halaman:

Editor: izak-Indra Zakaria

Rekomendasi

Terkini

Di Berau, Pakaian Adat Bakal Diwajibkan di Sekolah

Sabtu, 20 April 2024 | 17:45 WIB

Wartawan Senior Kubar Berpulang

Sabtu, 20 April 2024 | 17:10 WIB

“Kado” untuk Gubernur dan Wagub Mendatang

Sabtu, 20 April 2024 | 14:45 WIB

PKL Tunggu Renovasi Zonasi Lapak Pasar Pandansari

Sabtu, 20 April 2024 | 11:30 WIB

Kapolres PPU dan KPUD Bahas Persiapan Pilkada 2024

Sabtu, 20 April 2024 | 09:46 WIB
X