Pengupasan Lahan dan Tambang Ilegal Sengsarakan Warga, Jatam : Pejabat Kebanyakan Drama

- Minggu, 21 Juni 2020 | 11:54 WIB
Longsor di Jalan Damai.
Longsor di Jalan Damai.

SAMARINDA KOTA. Setiap kali banjir menerjang kota ini, pejabat Pemkot Samarinda seolah menyalahkan cuaca. Tapi faktanya kesalahan dalam mengambil kebijakan tak bisa dipungkiri menjadi penyebab utama terjadinya banjir dan tanah longsor. Keluhan masyarakat di Jalan Sukorejo, Lempake, Samarinda Utara dan masyarakat yang bermukim di Jalan Damai, Kelurahan Sidodamai, Samarinda Ilir, sepekan terakhir, hanya dua dari ribuan problem warga yang terjadi saat ini.

Warga Lempake dan Sododamai pantas mengeluh. Kawasan tempatnya bermukim tidak lagi ramah. Mereka bahkan dihantai rasa waswas terjadinya banjir bercampur lumpur dan tanah longsor sewaktu-waktu. Masifnya aktivitas pengupasan lahan untuk pembangunan perumahan serta pertambangan batu bara menjadi penyebab utama terjadinya kedua bencana alam di wilayah-wilayah itu.

Perwakilan warga dari kedua wilayah ini pun mengeluhkan keadaan tersebut di hadapan Anggota Komisi III DPRD Samarinda, beberapa hari lalu, dengan melakukan hearing atau rapat dengar pendapat.

Kerusakan lingkungan di wilayah ini memang sangat memprihatinkan. Lebih mirisnya, banjir dan tanah longsor di Lempake tidak hanya mengancam permukiman warga. Gedung SMP 13 yang lokasinya tak jauh dari titik pengupasan lahan untuk tambang justru sudah hancur. Dua ruang kelasnya tidak bisa lagi digunakan. Hujan sedikit saja, membuat areal sekolah dipenuhi air bercampur lumpur. Jika tidak segera tertangani, bangunan sekolah yang berdiri sejak 1980-an ini akan hancur.

Di Sidodamai lain lagi. Perumahan Sungai Dama Residence yang dibangun di sekitar kawasan ini disinyalir tak berizin. Hal itu bahkan dibenarkan pejabat lintas instansi yang mengeluarkan rekomendasi dan perizinan. Akibat pembangunan perumahan yang lokasinya tepat di lereng gunung, membuat warga di Jalan Damai, Gang Intifida diterjang longsor. Tak hanya rumah yang dipenuhi tanah, jalan lingkungan pun terputus. Menyikapi hal ini, pihak pengembang memang sudah melakukan upaya perbaikan, namun kemarahan warga sudah terlanjur meluap dengan melakukan penutupan sementara aktivitas proyek perumahan.

Dari dua kasus ini menarik dicermati mengenai mekanisme penerbitan izin yang dikeluarkan Pemkot Samarinda. Sekalipun aktivitasnya berizin, pasti prosesnya tidak dilakukan dengan benar. Buktinya banjir lumpur dan tanah longsor dialami warga sekitar proyek pengupasan lahan.
Analisa itu datang dari kalangan aktivis lingkungan yang tergabung dalam Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kaltim. Dinamisator Jatam Kaltim Pradarma Rupang mengatakan, berdasarkan pengamatannya, pembukaan lahan untuk tambang kini semakin tidak terkontrol. Sebagian besar dilakukan secara ilegal alias tidak berizin.

“Yang legal saja sudah banyak merugikan masyarakat. Makanya pejabat ini kebanyakan drama. Tapi tidak ditindak,” jelasnya. Beberapa kali Jatam mengajukan temuan atas sejumlah dampak buruk dari perusahaan tambang. Salah satunya persoalan reklamasi yang tidak dijalankan. Namun pengajuan itu seakan hilang terkisis pemerintahan yang baru. Dalam hal ini ia menyorot terhadap pejabat Pemprov Kaltim. Sebab saat diminta untuk menindak, justru melempar kepada kepolisian.

“Padahal sudah jelas, ada PPNS (Penyidik PNS) yang berhak menindak. Itulah kenapa saya sebut terlalu banyak drama,” tuturnya.
Ia menjelaskan kawasan Samarinda Utara memang menjadi kawasan primadona untuk aktivitas pertambangan. Namun minim pengawasan dari instasi berwenang. Akibatnya pemukiman warga menjadi imbas atas urukan lumpur dan menggenangi akses jalan mereka. Bahkan aktivitas pertambangan maupun pembukaan lahan untuk perumahan semakin banyak terjadi tanpa memilikirkan dampak buruknya terhadap lingkungan sekitar.

“Mau mengadakan reklamasi, itu hoaks kata saya. Karena di masa pemerintahan sekarang tidak ada sama sekali (reklamasi, Red),” beber Rupang. Ia menyangkan sikap bungkamnya legislator yang duduk di Basuki Rahmat (DPRD Samarinda) maupun Karang Paci (DPRD Kaltim). Ia menilai harapan masyarakat justru diabaikan untuk mengamankan kepentingan mereka masing-masing. “Padahal mereka punya hak angket atau hak interpelasi. Kenapa tidak dijalankan, atau merawat oknum yang bermain,” kata Rupang. (hun/nha)

Editor: izak-Indra Zakaria

Rekomendasi

Terkini

Penerimaan Polri Ada Jalur Kompetensi

Jumat, 19 April 2024 | 14:00 WIB

Warga Balikpapan Diimbau Waspada DBD

Jumat, 19 April 2024 | 13:30 WIB

Kubar Mulai Terapkan QR Code pada Pembelian BBM

Jumat, 19 April 2024 | 13:00 WIB

Jatah Perbaikan Jalan Belum Jelas

Jumat, 19 April 2024 | 12:30 WIB

Manajemen Mal Dianggap Abaikan Keselamatan

Jumat, 19 April 2024 | 08:25 WIB

Korban Diseruduk Mobil Meninggal Dunia

Jumat, 19 April 2024 | 08:24 WIB

Mulai Sesak..!! 60 Ribu Pendatang Serbu Balikpapan

Jumat, 19 April 2024 | 08:19 WIB
X