Gara-Gara Ini, Samarinda Terancam Krisis Pangan

- Jumat, 10 April 2020 | 14:14 WIB
Aktivitas bongkar muat di Pelabuhan Samarinda.
Aktivitas bongkar muat di Pelabuhan Samarinda.

PELABUHAN. Penghentian sementara kapal Roro untuk mengangkut penumpang di Pelabuhan Samarinda, Jalan Yos Sudarso, Samarinda Kota dan hanya diperbolehkan mengangkut bahan logistik membuat pemilik kapal meradang. Imbas dari pembatasan itu, pemilik kapal akan menghentikan operasional kapal sementara waktu. Hal ini bakal membuat Kota Tepian krisis pangan akibat pengentian operasional kapal tersebut.

Kapal Motor (KM) Prince Soya menjadi kapal terakhir yang tiba di kota Tepian pada Kamis (9/4). Kapal jenis roro tersebut tampak tidak melakukan aktivitas seperti biasanya yakni mengangkut penumpang, dan hanya mengangkut bahan pangan. Pemilik KM Prince Soya, Saraping Beddu menjelaskan, selepas penurunan beberapa bahan sembako ini, pihaknya akan menghentikan operasional sementara, dan memarkirkan kapal di galangan miliknya.

“Selepas bongkar muat, saya bawa kapal ke galangan untuk diistirahatkan. Kami belum tahu juga sampai kapan, jadi tetap menunggu situasi saja,” kata Sarapping. Sarapping menjelaskan, dirinya sebenarnya ingin tetap beroperasi membawa bahan pangan meskipun merugi. Hanya saja, katanya ada pihak-pihak yang ikut campur dalam masalah ini dan mengancam untuk melakukan demonstrasi.

“Sudah saya merugi, malah diancam akan didemo. Lebih baik saya istirahatkan saja kapalnya,” sebutnya. Akibat kebijakan dari Pemkot Samarinda, ujar Sarapping, pihaknya mengalami kerugian yang sangat tinggi. Pria asal Sulawesi Selatan (Sulsel) ini menyebutkan, pendapatannya dari dari mengangkut bahan pokok hanya sebesar Rp 40 juta. Sedangkan biaya bahan bakarnya saja Rp 180 juta untuk pulang pergi.

Sekadar informasi, dalam sekali pelayaran, kapal miliknya bisa mengangkut beras minimal 200 ton. Jadi, jika dijumlahkan dari kapal yang selalu bersandar di Pelabuhan Samarinda, rata-rata beras yang masuk bisa mencapai 350.000 ton per minggu. “Belum termasuk sembako lainnya, seperti kol, bawang, kentang dan lainnya. Itu paling minim, jika kami tidak mengirim dari Sulawesi jadi tak tahu apa masih bisa makan,” kata Sarapping.

“Saya mau kerja asalkan tidak ada intervensi dari pihak lain. Bahkan ada yang bilang meskipun tidak ada beras dari Sulawesi, mereka masih mampu memenuhi kebutuhan beras selama 4 bulan,” tambahnya. Kepala Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Kelas II A Samarinda, Dwi Yanto menerangkan, sudah tidak ada aktivitas pengangkutan penumpang lagi di Pelabuhan Samarinda.

“Masyarakat bisa lihat sendiri untuk membuktikan, kapal tidak lagi mengangkut penumpang,” kata Dwi. Tentunya kebijakan dari Pemkot Samarinda ini mengakibatkan para pemilik kapal tidak ada yang mau bersandar ke pelabuhan. Bahkan, tidak ada yang mau menggantikan untuk mengangkut bahan sembako menuju kota Tepian.

“Ada beberapa kendala seperti permasalahan draf karena masuk alur sungai dan ketinggian kapal. Jadi susah kapal masuk sini sebenarnya, hanya kapal yang sudah tersedia yang mampu bersandar di Pelabuhan Samarinda,” imbuhnya. Oleh karena itu, lanjut Dwi, pihaknya meminta Pemkot Samarinda agar memperhitungkan dulu sebelum mengambil keputusan. “Kita ini kan wilayah sungai, bukan laut lepas,” pungkasnya. (kis/beb)

Editor: izak-Indra Zakaria

Rekomendasi

Terkini

Safari Ramadan Kukar, Serahkan Manfaat JKM

Kamis, 28 Maret 2024 | 11:29 WIB
X