RSUD IA Moeis Membudayakan Belajar dan Tidak Lekas Puas Diri

- Kamis, 13 Februari 2020 | 21:32 WIB

RSUD IA Moeis Samarinda mulai awal 2020 ini terus berbenah. Khususnya dalam peningkatan mutu dan keselamatan pasien (PMKP), bukan hanya mengejar akreditasi rumah sakit. Karena ada standar nasional akreditasi rumah sakit (SNARS) yang harus dipenuhi.
Untuk itulah selama dua hari yakni Kamis-Jumat (13-14/2), komite mutu keselamatan pasien termasuk direktur RSUD IA Moeis mengikuti workshop PMKP untuk SNARS edisi 1.1 yang digelar di Jakarta.

Direktur RSUD IA Moeis dr Syarifah Rahimah Alaydrus mengatakan, workshop ini penting agar rumah sakit lebih memahami terkait PMKP, sehingga dapat mempersiapkan akreditasi lebih baik dengan SNARS  edisi 1.1 yang lingkup indikatornya paripurna. “Menurut tim dari Komisi Akreditasi Rumah Sakit (KARS), workshop ini memang diadakan secara terus menerus karena sudah diidentifikasi dalam SNARS, bagian paling tidak mudah adalah PMKP. Sudah dilakukan identifikasi rumah sakit yang telah melakukan akreditasi, ada beberapa yang mutunya masih di bawah. Jadi kita harus melihat bagaimana jelek dan bagusnya rumah sakit itu bukan dari sertifikat saja, tapi dari mind set dan implementasi akreditasi dari rumah sakit tersebut,” jelasnya.

Dikatakannya, untuk hari pertama kemarin beberapa materi yang disampaikan terkait kebijakan akreditasi rumah sakit dan perumahsakitan terkini, manajemen risiko dalam SNARS, peran penilaian kinerja dalam peningkatan mutu pelayanan, dan PMKP standar dan data indikator mutu.

Rahimah selaku direktur dan kepala PMKP di RSUD IA Moeis mengatakan, memang ia dan komite PMKP RSUD IA Moeis harus memahami betul. Ada 3 level dalam akreditasi di rumah sakit. Pertama, rumah sakit yang ikut akreditasi, tujuannya sederhana yakni sekadar mendapat sertifikat. Pimpinan rumah sakit belum memiliki komitmen dan memahami hakikat dari SNARS. Hanya kewajiban. Yang penting sudah lulus dan dapat sertifikat. Yang level ini, pimpinan rumah sakitnya menganggap akreditasi sebagai beban.

Level kedua, bagaimana agar seluruh pimpinan rumah sakit menyadari SNARS didesain 90 persen adalah risk manajemen (manajemen risiko). Kalau standar tersebut tidak dijalani dengan benar, ada risikonya. Bagaimana setelah lulus semua regulasi harus bisa diakses oleh seluruh staf terkait.

Ciri khas manajemen risiko adalah semua level unit harus mengedintifikasi risiko yang terkait pelayanan. Regulasi harus bisa diakses seluruh staf. “Harus kita pahami peran PMKP sangat besar. Karena itu yang paling  sulit soal indikator mutu. Rumah sakit harus membangun proses belajar untuk karyawannya, jika terjadi insiden keselamatan pasien, ada langkah-langkah supaya tidak terjadi lagi,” jelasnya.

Level ketiga yaitu improvement. Hakikat mutu harus dilakukan secara terus menerus. Tenaga kesehatan  sebagai staf klinis harus mengembangkan diri. “Program ini menjadi kunci penentu untuk masuk level improvement. Penggunaan TI untuk sistem informasi manajemen menjadi keharusan bagi seluruh rumah sakit di Indonesia. Bukan hanya utusan finansial tapi juga electronic medical record. Itulah bahan yang kami dapat dari workshop di hari pertama. Yang pasti ilmu itu harus berkembang, jangan cepat puas untuk menjaga mutu pelayanan,” jelasnya. (adv/lin/nin)

Editor: rusli-Admin Sapos

Rekomendasi

Terkini

Pemkot Balikpapan Didesak Fasilitasi Pom Mini

Kamis, 25 April 2024 | 10:00 WIB

HIMASJA Soroti Dugaan Pungli PTSL di Samboja

Rabu, 24 April 2024 | 09:37 WIB

Stadion Batakan Segera Dilengkapi Lapangan Latihan

Selasa, 23 April 2024 | 13:22 WIB

BPKAD Proses Hibah Lahan Perum Bumi Sempaja

Selasa, 23 April 2024 | 10:00 WIB
X