Korban Banjir Bisa Kok Gugat Pemkot, Begini Caranya....

- Senin, 27 Januari 2020 | 10:01 WIB
Warga Jalan Pemuda memasang spanduk sindiran atas banjir yang selalu menghantam kawasan mereka.
Warga Jalan Pemuda memasang spanduk sindiran atas banjir yang selalu menghantam kawasan mereka.

SAMARINDA KOTA. Di Tahun 2019 Samarinda terendam banjir sebanyak 2 kali. Pertama di bulan Juni, lalu Desember. Kemudian di awal tahun 2020 Kota Tepian kembali terendam banjir. Jumlah warga terdampak air bah pun tak sedikit. Permasalahan klasik” yang menghantui Samarinda hingga kini tak juga mencapai ujung pangkalnya.

Warga yang notabene menjadi korban banjir, sebenarnya dapat menuntut keadilan. Hal ini disampaikan Herdiansyah Hamzah, dosen hukum dari Universitas Mulawarman (Unmul). Dikatakannya, masyarakat yang terdampak banjir dapat menuntut pihak pemerintah. Hal tersebut tertuang dalam Undang-Undang 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

“Undang-Undang juga ada dan memberikan ruang untuk itu (menggugat),” kata Hamzah. Dijelaskannya, bukan masyarakat terdampak langsung saja yang dapat menggugat. Gugatan juga bisa dilakukan oleh organisasi lingkungan hidup (LH). “Tentu untuk organisasi LH juga ada syaratnya, seperti berbadan hukum, bergerak di lingkungan hidup dan sudah dua tahun berkecimpung dalam lingkungan, dan ini sifatnta clas action,” beber pria berkacamata tersebut.

“Untuk masyarakat yang tidak terdampak langsung juga bisa menggugat juga, yang disebut citizen lawsuits,” sambungnya. Pada tahun 2014 lalu, masyarakat pun pernah menggugat pemkot, melalui gerakan Samarinda menggugat (GSM). “Bisa ajukan ke Pengadilan Negeri, tinggal tentukan mau melalui organisasi LH atau dari masyarakat yang berkumpul menjadi satu. Bisa juga dibantu dengan pengacara atau lembaga bantuan hukum nantinya,” terangnya.

Sementara itu, Dinamisator Jaringan Advokasi Tambang (jatam), Pradarma Rupang, membuka pintu sebesar-besarnya jika ada warga yang mau menggugat pemkot Samarinda. Dengan tegas, Rupang siap membantu warga yang ingin menggugat pemrintah akibat banjir.

“Kalau dari kami siap, kami akan bantu. Warga kota bisa menuntut pemerintah,” tegasnya. Rupang menilai, banjir yang ada di Kota Tepian, bukan hanya karena faktor cuaca. Pembukaan lahan yang masif pada hulu Sungai Karang Mumus (SKM) menjadi salah satu penyebabnya. Daerah hulu seharusnya menjadi daerah tangkapan air. “Bukan karena faktor cuaca saja, lihat saja hulu SKM, setidaknya ada lima tambang, itu juga yang berandil besar, SKM sudah tidak mampu menampung aliran air dari hulunya,” bebernya.

Rupang juga menilai Perda nomor 02 tahun 2014 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTH) tidak berjalan maksimal. “Perda itu juga nggak maksimal, RTH yang ada juga jauh dari peraturan, pemkot juga sepertinya tidak serius menyikapi masalah yang ada,” ujar Rupang.

Data dari Jatam Kaltim, lanjut Rupang RTH yang ada hanya 0,9 persen saja. Jauh dari kewajiban dari 30 persen yang harus ada. “Kalau bicara RTH sangat jauh, 0,9 persen saja,” bebernya. Sungai Karang Mumus juga dinilai sudah tak mampu menampung beban air yang ada. Terlebih jika hujan melanda. Hal itu didasari oleh adanya sedimentasi pada sungai akibat tambang pada daerah hulu.

“Wilayah penyangga di hulu sungai juga sudah rusak akibat aktivitas pertambangan, yang menyuplai adanya sedimentasi ya aktivitas itu (pertambangan),” pungkasnya. (kis/nha)

Editor: izak-Indra Zakaria

Rekomendasi

Terkini

Di Kutai Barat, Pertalite Lebih Mahal dari Pertamax

Selasa, 16 April 2024 | 16:30 WIB

BKPSDM Balikpapan Pantau Hari Pertama Kerja

Selasa, 16 April 2024 | 15:00 WIB

Tim Respons Brimob Padamkan Karhutla

Selasa, 16 April 2024 | 12:15 WIB

Tabrak Truk, Pengemudi Motor di Bontang Meninggal

Selasa, 16 April 2024 | 09:04 WIB

Krisis BBM di Kutai Barat Dipicu SPBU Terbakar

Senin, 15 April 2024 | 18:15 WIB

Penumpang Mudik dari Bontang Masih Tinggi

Senin, 15 April 2024 | 17:00 WIB
X