Per Hari, 1.000 Liter Solar Subisidi Berpotensi Ditimbun

- Rabu, 10 Juli 2019 | 14:43 WIB

SAMARINDA. Tepat pukul 07.00 Agus sudah antre solar bersubsidi di SPBU Jalan PM Noor, Samarinda Utara. Agus adalah nama samaran dari seorang sopir truk. Saat diwawancarai kemarin (9/7), ia enggan menyebut identitas asli dengan alasan keamanan. 

Meski antre sejak pagi, Agus baru mendapat solar bersubsidi 5 jam kemudian atau pukul 12.00. Antre panjang dan sulit mendapat solar ini membuat teman seprofesinya pernah memosting kelurahan di Busam. Grup Facebook untuk warga Samarinda.
Hampir setiap hari, Agus menjalani rutinitas antre solar hingga berjam-jam. Karena kondisi ini ia bersama sopir lainnya bersepakat menggelar aksi protes.
"Kami mau demo. Tapi surat izin demo belum disetujui polisi. Karena masih sibuk HUT Bayangkara," katanya kemarin saat dikonfirmasi Sapos.
Sulitnya mendapat solar bersubsidi ini, kata Agus diduga kuat karena banyak oknum penimbun.
"Kami capek dengan pengetap solar bersubsidi. Kami pekerja kecil seperti sopir ini sering tidak kebagian solar. Ada beberapa SPBU yang sering kali kami lihat oknum pengetap," ungkapnya.
Cara para oknum penimbun ini biasanya antre dari satu SPBU ke SPBU lain secara terus menerus. Lazimnya, mereka antre seperti para sopir biasanya namun tangki truk sudah dimodifikasi. Sehingga bisa menampung lebih banyak.
Setiap sopir diberi jatah membeli solar bersubsidi sebanyak 100 liter dalam sehari. Jika menggunakan ukuran pembelian 100 liter sehari para penimbun antre di 10 SPBU, maka ada 1.000 liter setiap hari ditimbun.
Belum lagi, tangki yang dimodifikasi lebih besar dengan daya tampung lebih dari 100 liter. "Ya tentu lebih banyak lagi," keluhnya.
Cara kerja penimbun ini banyak meraup keuntungan. Pasalnya, harga satu liter solar bersubsidi Rp 5.150. Sedang harga jual solar industri Rp 9.800. Ada perbedaan harga yang jauh. Tentu, solar subsidi menjadi incaran banyak orang berbisnis kotor.
Agus tak tahu jelas solar-solar timbunan tersebut. "Saya tidak tahu. Karena saya tidak pernah telusuri. Tapi yang jelas ada banyak sekali oknum penimbun. Ada lemah pengawasan di SPBU," jelasnya.
Sales Pertamina Ritel Wilayah II Kaltim Vano Bastian mengatakan, dalam beberapa kesempatan pihaknya sudah berkoordinasi dengan pemkot dan aparat keamanan untuk menjaga distribusi solar bersubsidi.
Bahkan, kata dia pemkot sudah mengeluarkan edaran dan peringatan sanksi di tempel di beberapa SPBU. Total ada 17 SPBU yang menerima penjualan distribusi.
Bahkan, tiga diantaranya sudah diberi sanksi karena ketahuan menjual BBM bersubsidi kepada oknum penimbun. Saksinya berapa stop penjualan BBM bersubsidi selama sebulan dan mengganti selisi biaya harga subsidi dan non subsidi.
"Terakhir kami sanksi SPBU di Bukit Pinang," katanya.
Namun, kewenangan Pertamina sebagai operator terbatas. Hanya menindak SPBU yang melanggar ketentuan. Tidak sampai kepada oknum penimbuan. "Mestinya penimbun pun disanksi tapi bukan kewenangan pertamina. Sudah masuk wilayah aparat," katanya.
Sejauh ini, kata dia pertamina melakukan pengawasan dengan mendata konsumen pengguna solar. Pun, melakukan monitoring dengan survei pembelian solar. Sehingga begitu ada pembelian tidak wajar, maka ada indikasi.
"Sejauh ini pengawasan kami itu. Kami harap butuh pengawasan bersama semua pihak termasuk masyarakat atau pengguna.
Lebih jauh, soal kelangkaan pun bisa berpengaruh dengan stok. Namun posisi Pertamina hanya menyalur stok BBM bersubsidi sesuai ketetapan BPH Migas. Namun, ia mengaku tahun 2019 terjadi penurunan stok dari 2018 ke 2019.
"Tapi kami enggak punya kewenangan menetapkan kuota. Setiap daerah punya jatah masing-masing sesuai kouta. Saya ingat persis besaran kuota. Sebaiknya konfirmasi Humas Pertamina," pungkasnya. (zak/nha)

Editor: rusli-Admin Sapos

Rekomendasi

Terkini

X