Fungsi Benanga Hilang 70 Persen, Semakin Kritis Dikepung Pembukaan Lahan dan Tambang

- Selasa, 11 Juni 2019 | 16:09 WIB

SAMARINDA. Bendungan Benanga atau sebutan lain Waduk Lempake tak lagi memberi peran signifikan dalam pengendalian banjir di Samarinda. Banjir yang melanda kawasan Samarinda Utara di beberapa titik memberi bukti itu. 

Sejatinya, bendungan ini jadi penampung air hujan lalu membuangnya secara perlahan ke Sungai Karang Mumus (SKM). Tapi kini, kapasitas daya tampung menurun drastic. Dari 1,4 juta liter kubik menjadi 500 ribu liter kubik saja.

Hal ini memicu air hujan tak bisa ditampung maksimal. Alhasil langsung terjun bebas ke permukiman. Penurunan daya tampung, sebagai imbas keberadaan sedimen yang bertahun-tahun tidak dikeruk. Usianya bendungan ini sudah 42 tahun. Dibangun sejak 1977. Namun keberadaan bendungan kini hampir 70 persen fungsinya hilang. Diperkirakan, sejak dibangun hingga kini, jumlah lumpur sudah mencapai 1,6 juta meter kubik.

Sedimentasi ini disebabkan bukaan lahan yang masif di kawasan sekitar. Ada pertambangan batu bara, perumahanan hingga bukaan lainnya. Lagi-lagi pemkot yang menjadi pemberi dari izin-izin tersebut.

Hasil penelitian dan analisis Program Studi Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik, Universitas Mulawarman dalam jurnal Rediksi Laju Erosi Menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG) di kawasan Waduk Lempake 2017 disebutan bahwa nilai erosi yang terjadi di waduk ini 6.496,62 ton/ha/tahun.

Daerah waduk memiliki tingkat bahaya erosi yang beragam dari sangat ringan hingga sangat berat. Adapun persentase sangat ringan 49,7 persen, ringan 45,46 persen, sedang 4,55 bisa persen, berat 0,18 persen dan sangat berat 0,08 persen dari keseluruhan luas daerah Benanga Lempake Samarinda yang diteliti.

Besarnya erosi yang terjadi dapat mengakibatkan pendangkalan sehingga air yang masuk akibat air hujan dan air limpasan dari sub DAS Karang Mumus tidak mampu dibendung oleh bendungan sehingga air meluap dan menyebabkan banjir.

Adapun faktor lain seperti erosivitas hujan, erodibilitas tanah, panjang dan kemiringan lereng serta faktor pola penutupan lahan dan vegetasi yang ada di daerah tersebut. Dari hasil analisis data curah hujan, diperoleh nilai erosivitas hujan tahunannya sebesar 2.001,437 mm untuk periode 10 tahun (2006-2015).

Dari segi kuantitas, curah hujan nilai tersebut sangat besar dan memiliki potensi erosi yang tinggi. Kepekaan tanah di daerah waduk juga memiliki potensi erosi yang tinggi ditandai dengan nilai K (0,28 – 0,45) yang masuk dalam klasifikasi kelas sedang dan tinggi pada kelas erodibilitas tanah.

Sedang kondisi lereng di Benanga, memiliki 3 kelas lereng antara lain datar, landai dan agak curam. Kondisi lereng didominasi oleh kawasan datar yang memiliki luas 93,97 persen dari luasan waduk.

Sementara penutupan lahan di daerah Benanga memiliki 5 pola, yakni belukar 50,05 persen, pemukiman desa 1,94 persen, pertambangan 0,18 persen, semak 32,51persen dan tubuh air 15,31 persen dari keseluruhan luas daerah bendungan.

Balai Wilayah Sungai Kalimantan III, selaku pengelola aset Benanga, mengaku kesulitan jika bukaan lahan tersebut terus dibiarkan.
Kepala Seksi Operasional dan Pemeliharaan, Balai Wilayah Sungai Kalimantan III, Arman Effendi mengatakan sulit dipungkiri banjir yang melanda kawasan Samarinda Utara tak lepas dari sebagian fungsi bendungan yang hilang akibat sedimentasi.

Saat ini, Elevasi Tinggi Muka Air (TMA) bendungan berada pada posisi 7.88 atau status siaga. Sedang status air di Sungai Karang Mumus terjadi pasang dan TMA di Sungai Pampang atau di hulu berada pada posisi 330 cm atau tinggi sehingga turut memberi kontribusi besar menggenangi berbagai titik di Samarinda Utara.

"Tapi air di waduk bergerak terus. Posisinya turun naik," tambahnya. Pada prinsipnya sirkulasi air di waduk Benanga dalam posisi normal. Hanya, levelnya agak tinggi," kata dia kepada Sapos.

Penanganan banjir di Samarinda kata Arman memang kompleks. Butuh kerja sama yang baik dari pemkot, BWS dan Provinsi Kaltim dalam mengendalikan banjir. Sebab banyak faktor yang berpengaruh dalam pengendalian banjir. Mulai dari sedimentasi Benanga, di SKM, lalu ada infrastruktur jalan atau jembatan yang menghalangi jalur air, pemukiman warga, hingga penyebab lain seperti curah hujan yang tinggi.
Banyak titik yang terjadi hambatan yang terjadi di sepanjang waduk hingga ke SKM dan drainse perkotaan.

Halaman:

Editor: izak-Indra Zakaria

Rekomendasi

Terkini

Camat Samboja Barat Tepis Isu Dugaan Pungli PTSL

Kamis, 25 April 2024 | 18:44 WIB

Sembilan Ribu Anak di PPU Diberi Seragam Gratis

Kamis, 25 April 2024 | 18:00 WIB

Pemkot Balikpapan Didesak Fasilitasi Pom Mini

Kamis, 25 April 2024 | 10:00 WIB

HIMASJA Soroti Dugaan Pungli PTSL di Samboja

Rabu, 24 April 2024 | 09:37 WIB
X