Kaltim Darurat Kekerasan Seksual Anak

- Senin, 27 Mei 2019 | 13:23 WIB

Kasus kekerasan seksual terhadap anak di Kaltim tidak pernah usai setiap tahunnya. Angka kasus yang terkuak pun tidak pernah kurang dari serratus. Hal itu pun memicu bahwa Bumi Etam belum aman dari kekerasan seksual anak.

Berdasar data Dinas Kependudukan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKP3A) Kaltim, ratusan kasus terjadi setiap tahunnya. Misalnya pada 2016 kasus kekerasan seksual terhadap anak jumlahnya 130, lalu meningkat pada 2017 menjadi 242. Kasus kekerasan seksual terhadap anak sempat menurun pada 2018 menjadi 154. Sementara untuk di Kota Tepian sudah terjadi 24 kasus kekerasan seksual terhadap anak.

Kasus itu pun mendapat perhatian Ketua Komisi IV DPRD Kaltim, Rusman Yaqub. Ia mengatakan trend kasus tesebut tidak pernah turun drastis. Untuk menekan meningkatnya kasus itu kata dia tidak hanya menjadi tanggung jawab Organisasi Perangkat Daerah (OPD) tertentu. “Selama ini penanganannya parsial, tidak terintegrasi. Tidak ada koneksi antar Lembaga untuk serius terkait hal ini,” tegasnya usai rapat koordinasi di kantor DPRD Kaltim beberapa waktu lalu. Kata dia, kekerasan seksual tersebut bisa terjadi karena banyak faktor.

Mulai dari faktor ekonomi, psikologis sampai lingkungan sekitar. Bisa jadi kata Rusman pemicunya karena keterbelakangan ekonomi sehingga membuat pelaku frustasi. Selain itu pelaku kekerasan seksual biasanya pernah menjadi korban.

“Sehingga secara psiologis itu membekas dan pelaku melampiaskan lagi ke orang baru,” tuturnya. Dilihat dari faktor psikologis tersebut, Rusman menyebut perlu ada pendampingan kejiwaan. Tapi bukan untuk pelaku melainkan korban. Tujuannya agar tidak menimbulkan traumatis berkepanjangan. “Menurut saya ini perlu ditangani serius karena banyak akar masalah yang menjadi penyebabnya dan belum dituntaskan,” tegas Rusman.

Rusman menambahkan penanganannya harus dari hulu hingga ke ilir. Mengacu Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014, tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, pelaku kejahatan seksual terhadap anak seharusnya dihukum berat. Sementara korban harus mendapatkan pembinaan agar tidak alam traumatis. “Terburuknya jangan sampai dia ikuut melakukan ketika sudah dewasa nanti karena trauma,” tambahnya. Yang disayangkan Dinas Pendidikan justru tidak berperan sebagai pengayom korban. “Mereka yang jadi korban kekersan seksual atau terlanjur hamil di luar nikah, justru dikeluarkan dari sekolah karena dianggap aib. Ini yang seharusnya tidak boleh,” singgungnya.

“Sudah mereka jadi korban, dikeluarkan pula. Makanya waktu rapat saya pertegas disdik harus awasi sekolah jangan sampai lakukan itu,” pungkas Politikus PPP ini. (cyn/nha)

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Stadion Batakan Segera Dilengkapi Lapangan Latihan

Selasa, 23 April 2024 | 13:22 WIB

BPKAD Proses Hibah Lahan Perum Bumi Sempaja

Selasa, 23 April 2024 | 10:00 WIB

SIC Bersedia Biayai Waterfront City

Selasa, 23 April 2024 | 08:30 WIB

Lima SPBU di Kutai Barat Wajibkan QR Barcode

Senin, 22 April 2024 | 20:00 WIB

SIC Bersedia Biayai Waterfront City

Senin, 22 April 2024 | 16:00 WIB

Pemilik Rumah dan Ruko di Paser Diimbau Punya Apar

Senin, 22 April 2024 | 12:30 WIB

Panitia Seleksi Penerimaan Polri Disumpah

Senin, 22 April 2024 | 10:45 WIB

Infrastruktur Prioritas di Sambera Baru

Senin, 22 April 2024 | 08:41 WIB
X